Home » , » Ceramah Keagamaan Tanggal 6 Ramadhan 1437 H : Mencontoh Kepemimpinan Nabi Muhammad SAW

Ceramah Keagamaan Tanggal 6 Ramadhan 1437 H : Mencontoh Kepemimpinan Nabi Muhammad SAW

Posted by Kumpulan Pidato on Jumat, 10 Juni 2016

Ceramah Ramadhan - Mencontoh Kepemimpinan Nabi Muhammad SAW - Puji Syukur Kita panjatkan ke Hadirat Allah Tuhan semesta alam.Shalawat dan SalamNya semoga tercurahkan kepada baginda Alam,Rasulullah SAW.Kepada keluargaNya, Sahabat- sahabatNya,dan kepada UmatNya.

http://belajarpidatos.blogspot.com/2016/06/ceramah-keagamaan-tanggal-6-ramadhan.html

Nabi Muhammad SAW adalah sosok manusia yang memiliki sejarah paling sukses dalam menjalankan amanah yang diberikan kepadanya dan paling besar pengaruhnya bagi ummat manusia. Sukses dan pengaruh Muhammad bagi dunia sampai dewasa ini dapat dilihat dari agama islam yang dibawanya.
 Ciri kesuksesan yang diperlihatkan oleh agama yang dibawahnya itu adalah pertama: agama ini terus berkembang baik segi kualitas maupun kuantitas, kedua: ia menjagkau semua bangsa di berbagai belahan bumi, dan ketiga: ia menjadi sistem bukan saja sebagai sistem ritual tetapi menjadi sistem bermasyarakat dan berbangsa.
Tidak semua agama memiliki keadaan kondisi seperti dewasa ini. Ada agama besar dunia yang tidak menjangkau semua bangsa; dan juga ada agama yang sekarang penganutnya sudah tidak bertambah bahkan semakin berkurang, bahkan ada agama yang dulu tergolong agama besar, sekarang tinggal kenangan sejarah.

Tumbuh dan berkembangnya agama Islam seperti ini, tentu saja selain karena keluhuran pesan kandungannya juga karena sosok pembawanya yang memiliki kemampuan untuk menyampaikan agama ini kepada manusia sehingga dapat diyakini dan diterima serta diteruskan dari generasi ke generasi.

ceramah-ramadhan
Muhammad lahir sekitar 14 abad yang lalu, tepatnya 751 masehi. Dan meninggal pada tahun dengan usia sedang sedang saja (63 tahun) dibanding usia rata-rata manusia, bahkan relatif singkat dibanding dengan usia nabi-nabi terdahulu, bandingkan usia nabi Adam 930 tahun, Nuh 950 tahun, Ibrahim 175 tahun. Meskipun masa hidupnya hanya 63 tahun, dan mengemban dakwahnya hanya 23 tahun, namun beliau dapat menyaksikan sendiri keberhasilannya sebelum dia meninggal dunia, yaitu:

berhasil mengubah pahan paganisme yang kental dimiliki oleh masyarakatnya menjadi monoteisme, menyembah Allah Yang Satu.
berhasil membangun satu kesatuan masyarakat dalam satu negara yang tadinya memiliki cara hidup bersuku-suku yang antara satu dengan lainnya selalu terjadi permusuhan.
berhasil mengubah pola pikir masyarakatnya dan masyarat yang tertinggal menjadi masyarakat maju, sehingga dapat berpacu dengan kemajuan yang dicapai oleh masyarakat non arab pada saat itu.

Atas sukses yang dicapainya dan pengaruhnya yang sangat besar dalam kehidupan umat manusia dalam perjalanan sejarah, maka para pakar sosiologi dan sejarawan, baik muslim maupun non muslim – selama menggunakan – referensi yang valid dan analisa yang objektif pasti akan mengakui sukses dan pengaruhnya itu. Tentu saja keberhasilan Muhammad itu, selain karena beliau memiliki akhlakul karimah yang patut dicontoh dan diteladani, juga faktor kepemimpinannya yang simpatik sehingga orang-orang yang menggunakan nalar rasional pasti akan tertarik mengikuti dakwahnya. Ceramah singkat ini Akan mencoba menguraikan beberapa ciri kepemimpinan Muhammad SAW yang simpatik itu. Ciri ciri tersebut antara lain:

Kejujuran

Nabi Muhammad menjadikan kejujuran sebagai tonggak utama ciri kepemimpinannya. Dalam salah satu hadisnya, beliau mengatakan: kejujuran itu baik akan tetapi paling baik kejujuran bila dimilki oleh pemimpin. Karena kejujuran itu maka beliau digelar al-Amin yang artinya Sang Jujur. Beliau Jujur membuka kesalahannya kepada ummatnya ketika beliau mendapat teguran dari Allah seperti yang terdapat dalam Alquran surah Abasa.

Dalam surat itu dikemukakan bahwa ketika nabi Muhammad berbicara dihadapan pemuka Quraisy Mekah lalu didatangi oleh seorang orang buta yang bernama Abdullah ibn Maktum, Muhammad ketika itu bermuka masam seraya memalingkan mukanya dari Ibn Maktum itu. sikap Muhammad itu ditegur oleh Allah dan dengan jujur teguran itu dibuka kepada kita semua. Kita memperoleh pelajaran dari kejujuran Muhammad itu, bahwa seorang pemimpin janganlah takut dikritik dan jangan segan-segan mengakui kekhilafan dan kesalahannya bila benar-benar bersalah dan keliru.

Dengan kejujuran NAbi Muhammad pula sehingga ia tidak segan-segan menghukum orang yang bersalah meskipun anggota keluarganya dengan dilandasi sikap yang bijak dan simpatik. Ketika ia dihadapkan pada satu isu yang melibatkan istri yang dicintainya, Aisyah, ia bersedia menceraikannya bila benar-benar Aisyah bersalah. Tetapi Aisyah ternyata tidak bersalah, hanya menjadi korban isu dari orang lain, maka beliau tidak menceraikan istrinya.

Sebagai komitmen kejujurannya untuk menegakkan hokum, maka Nabi SAW bersabda:

Sekiranya Fatimah mencuri, maka ia pun aku potong tangannya.

Seperti kita ketahui, Fatimah adalah puteri kesayangan Beliau. Dengan komitmen kejujuran pula, maka beliau tida meninggalkan harta yang bertumpuk ketika ia meninggal dunia kecuali uang 7 dinar dan pakaian yang melekat di badannya. Ia dapat menjadi kaya raya sekiranya mau berlaku tidak jujur untuk menyerahkan harta rampasan yang bertumpuk kepada orang yang berhak memilikinya. Tetapi karena jujur, maka harta yang bertumpuk semuanya dibagi-bagikan kepada pemiliknya. Kejujuran seperti ini yang harus dimiliki oleh pemimpin dewasa ini, kejujuran untuk tidak mengambil sesuatu jika bukan haknya. Perilaku jujur Muhammad ini menjadi salah satu daya tarik sehingga beliau sukses dalam kepemimpinannya.

Toleran

Gaya Toleran adalah menjadi gaya kepemimpinan Muhammad SAW karena toleransinya, maka ia mendapatkan simpatik bak terhadap pengikutnya ditunjukkan ketika ia menerima aduan dua sahabatnya (ia memanggil pengikutnya dengan istilah sahabat demikian toleransinya) yang kembali dari perjalanan. Keduanya melaporkan bahwa saat waktu shalat masuk dan tidak ada air, keduanya melakukan tayammum lalu melaksanakan shalat. Tetapi waktu shalat yang bersangkutan belum selesai , tiba-tiba keduanya menemukan air.
Sikap keduanya berbeda, yang satu tidak melakukan shalat lagi, karena sudah merasa memadai dengan shalat tadi, tetapi satunya menggunakan air untuk wudlu dan mengulangi shalatnya, setelah dilaporkan kepada Nabi Muhammad SAW beliau tidak menyalahkan satu diantara keduanya. Beliau mengatakan kepada yang tidak mengulangi shalatnya, “engkau benar dan telah melaksanakan sunnah”. Dan kepada yang mengulangi shalatnya beliau mengatakan: “engkau tidak salah dan bagimu dua pahala”.

Toleransi yang tinggi membuatnya selalu menerima pandangan sahabatnya bila menetapkan sesuatu dalam urusan sosial kemasyarakatan. Dan bilamana ia bermusyawarah ia dengan terbuka selalu menerima pandangan dan pendapat lawan musyawarahnya selama saran itu tidak merusak sendi-sendi aqidah dan kehidupan sosial kemasyarakatan. Suatu ketika saat ia menempatan pasukan muslim dalam menghadapi musuhnya di Badar, lalu bertanya seorang sahabatnya yang bernama Hubab bin Munzir tentang mengapa Rasulullah memilih tempat itu, menurut Hubab tempat itu tidak strategis Hubab selanjutnya menyarankan pindah ke tempat yang lain. Kemudian beliau menerima saran tersebut dan memiondahkan pasukannya ketempat yang disarankan Hubab itu.

Pada perjanjian di Hudaibiah yang dilakukan antara Nabi Muhammad dan shabat-sahabatnya dengan utusan Quraisy. Pihak Quraisy melarang umat Islam meneruskan perjalanannya masuk ke kota Mekah untuk melakukan ibadah umrah. Dengan semangat toleransi yang sangat tinggi, Nabi menerima usl mereka untuk menunda perjalanannya sampai tahun berikutnya. Dalam perjanjian tersebut juga, beliau rela menerima usul utusan Quraisu untuk mencantumkan dalam teks perjanjian kata kata “Muhammad Rasulullah” tetapi cukup dengan “Muhammad Ibn Abdullah”.

Sikap toleransi Nabi diperlihatkan pula ketika beliau bernegosiasi dengan tamunya dari Thaif yang mau menerima islam dengan syarat yang diajukan kepadanya. Dalam negosiasi tersebut, Nabi menolak sebagian permintaan mereka, yaitu: 1. Mereka tetap mau melakukan perzinahan; 2. Mereka masih ingin praktek riba tetap dijalankan, 3. Mereka tetap ingin mengkonsumsi minuman keras. Sementara permintaan mereka ditolerir oleh Nabi untuk sementara waktu adalah: mereka tidak ingin meninggalkan tradisi sesembahan berhala Al-Lata selama 3 tahun; mereka ingin bebas dari pembayaran Zakat; dan mereka tidak ingin ikut berjihad.

Sikap toleransi nabi juga ditunjukkan saat ia didatangi tamu yang beragama Kristen dari najra, lalu Nabi bersama sahabatnya menyambut mereka di Masjid Nabawi. Ketika ibadah ritual mereka tiba, nabi mengizinkan mereka melaksanakannya di Masjid. Beliau berkata kepda mereka: lakukanlah ritual kalian dalam masjid ini, tempat ini adalah tempat ibadah kepada Allah. Praktek toleransi yang dierlihatkan oleh Nabi dinyatakan dalam ungkapan: Aku diutus dengan sifat penyantun dan toleransi.

Pemaaf

Sejalan dengan sifat toleransi yang tinggi baik kepada kawan maupun kepada lawan, sifak yang menonjol dari pribadi Nabi SAW adalah sifat pemaaf. Dari ajaran-ajarannya, baik yang tercantum di dalam Quran maupun di Al Hadis, sejumlah anjuran bahkan perintah untuk memberi maaf, bukan minta maaf. Hal itu menunjukkan betapa mulia kedudukan orang pemaaf dalam islam. Salah satu faktor keberhasilan Nabi dalam menjalankan risalahnya adalah sifat pemaaf itu.

Pernah suatu ketika, saat nabi sedang beristirahat di bawah sebatang pohon, tiba-tiba didatangi oleh Da’tsur dengan pedang terhunus dan akan membunuh beliau. Entah kenapa pedang itu jatuh dan diambil alih oleh Nabi. Seketika itu kesempatan bagi Nabi SAW untuk membunuh Da’Tsur, tetapi tidak dilakukannya dan bahkan beliau memaafkannya. Da’tsur kemudian kembali ke sukunya dan mendakwahkan Islam.

Jiwa pemaaf yang paling tinggi diperlihatkan nabi Muhammad pada saat Fath al-Makkah (penaklukan kota Mekah). Ketika itu dia tampil sebagai pemenang yang dapat melakukan pembalasan terhadap penduduk mekah yang pernah mengusir Beliau dari kampung halamannya; menyakitinya dan merampas hak miliknya dahulu. Lalu hijrah ke Madinah bersama pengikut-pengikutnya.
Namun, semuanya itu dilupakan Nabi dan tidak melakukan pembalasan. Tetapi beliau memberikan amnesti (pengampunan) secara menyeluruh kepada orang-orang yang pernah berbuat salah kepadanya. Karena sifat pemaaf itu, maka mereka dengan kesadaran mengikuti kepemimpinannya dan menganut agama Allah yang didakwahkannya. Allah SWT berfirman dalam QS al Nashr 1-3:

إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ

وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا

فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا

“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu liat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbilah dengan memuji Tuhanmu dan memohonlah ampun kepada-nya sesungguhnya ia adalah mahpenerima taubat.’’

Dengan demikian, jujur dan tolerans yang disertai dengan sifat pemaaf merupakan ciri pemimpin Nabi Muhammad saw. Yang patut dicontoh oleh umatnya terutama yang mendapat amanah menjadi pemimpin, baik formal maupun non formal.Wallahu A'lam

Ceramah Keagamaan Tanggal 7 Ramadhan 1437 H


0 komentar:

Posting Komentar

.comment-content a {display: none;}